Random Post

Home » » Duduk Bersantai di Kursi Kesayangan Jenderal MacArthur

Duduk Bersantai di Kursi Kesayangan Jenderal MacArthur


Perjalanan menuju MacArthur Memorial atau Tugu MacArthur terkesan mencekam. Ya, untuk menuju ke situs bersejarah tersebut, pengunjung harus masuk ke kawasan Resimen Induk Kodam (Rindam) XVIII Trikora.
Lepas dari Jayapura, Papua, mobil bergerak ke arah Ifar Gunung melewati Danau Sentani. Sepanjang perjalanan melewati jalan aspal yang mulus, panorama Danau Sentani sangat memanjakan mata. Plus, gugusan pegunungan Cyclops kehijauan.

Mobil pun terus melaju ke kawasan pegunungan yang berada di ketinggian 325 meter di atas permukaan laut. Di atasnya sudah menunggu tugu MacArthur. Karena terkenal sebagai lokasi tugu MacArthur, penduduk lokal sering menyebutnya sebagai Bukit Makatur.

Jalanan semakin berkelok saat menaiki bukit. Buka jendela mobil dan udara yang sejuk khas pegunungan menyeruak dan menyegarkan. Namun, saat memasuki kawasan Rindam XVIII Trikora, pengunjung harus izin terlebih dahulu di pos penjagaan yang berada di pintu masuk.

Kesan menyeramkan seketika sirna, saat petugas berseragam militer dengan ramah meminta kartu identitas dan kemudian mempersilahkan masuk. Tentu saja, jangan lupa, kaca mobil untuk terus diturunkan selama berada di kawasan ini.
Masuk ke dalam, nuansa militer semakin terasa kuat. Saat mobil melaju menuju tugu, para prajurit TNI tampak sedang berlatih. Wajah-wajah khas Nusantara memenuhi kawasan tersebut. Namun, siapa sangka, lebih dari setengah abad lalu, tempat itu dipenuhi tentara-tentara berkulit putih.

Markas Sekutu


Akhirnya, setelah perjalanan satu jam setengah dari Kota Jayapura, sampai juga di tugu MacArthur. Sebuah tulisan tertera di tugu tersebut. Dari tulisan inilah, pengunjung dapat mengetahui bahwa sebelumnya lokasi itu adalah markas besar umum pasukan sekutu untuk kawasan pasifik barat daya.

Dulunya, di tempat ini memang ada sebuah bangunan kantor yang luas. Namun, saat ini sudah tidak tersisa dan hanya meninggalkan sebuah tugu. Jika ingin mengetahui seperti apa markas itu dahulu, Anda bisa bertandang ke sebuah rumah kecil tepat di sebelah tugu.

Di dalamnya terdapat foto-foto masa-masa MacArthur datang ke Papua. Salah satunya adalah foto markas yang masih tegak berdiri.
Kisah jenderal Amerika Serikat, Douglas MacArthur, memang selalu menarik diikuti. Apalagi buat penggemar sejarah, wajib melakukan wisata sejarah ke sini. Jenderal yang gemar mengisap tembakau dengan cangklong itu menjadi otak di balik kemenangan Amerika Serikat dan sekutu atas Perang Dunia II di wilayah Pasifik.

Pada 1942, MacArthur terpaksa mundur dari Filipina karena didesak serbuan tentara Jepang,  setelah Jepang membom pangkalan militer Amerika Serikat di Filipina. Kejadian ini hanya beberapa jam setelah Jepang menyerang Pearl Habour di Hawaii.
Saat itulah, MacArthur melontarkan kata-katanya yang kemudian menjadi terkenal itu. "I come through and I shall return".
Kata-kata itu pun menjadi nyata, dan Papua menjadi titik keberhasilannya. Terbukti, dua tahun kemudian MacArthur berhasil mengusir Jepang dari Solomon dan sebagian daerah Papua Nugini.

Ia pun melancarkan rencana merebut Papua dari Jepang. Papua harus direbut sebagai batu loncatan untuk merebut kembali Filipina. Rencana ini berhasil, dan tugu memorial di Bukit Makatur menjadi saksi sejarah itu.

Bertahun-tahun kemudian, markas Jenderal Cangklong itu pun tetap menjadi markas militer. Namun, markas itu telah berubah menjadi markas militer (TNI) Pemerintah Indonesia. Tetapi, walaupun berada di kawasan markas militer, situs ini tetap dikelola oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Papua.

Kursi MacArthur

Sayangnya, saat Kompas.com mampir ke tempat itu, kabut tebal tengah menutupi bukit. Hans Yambeyabdi, pemandu yang bekerja di situs tersebut menuturkan, di hari cerah pengunjung dapat melihat panorama indah Sentani.

“Tunggu saja sebentar, nanti kabut akan hilang. Akan kelihatan Danau Sentani dan Bandara Sentani,” kata Hans menghibur.

Benar saja. Selang beberapa waktu, kabut perlahan-lahan menipis. Panorama cantik paduan kehijauan pegunungan Cyclops dan Danau Sentani tampak membiru. Landasan Bandara Sentani pun terlihat jelas. Semuanya tampak mengagumkan.

“Biasanya cerah pada jam dua atau tiga siang. Kabut sudah tidak ada lagi,” saran Hans.

Tepat di depan tugu, ada beberapa kursi panjang dari beton. Ada tiga kursi beton di sisi atas dan tiga lagi di sisi bawah. Ada pula gubukan untuk tempat duduk-duduk sambil menikmati indahnya panorama Sentani dari ketinggian.

“Tiga kursi beton yang lebih dekat ke tugu itu sudah ada sejak masa MacArthur. Yang di tengah itu kursi favoritnya (MacArthur). Dia suka duduk di sana sambil memandangi Sentani,” cerita Hans.

Ya, siapa sangka sebuah kursi beton yang tampak sederhana itu menjadi saksi bisu seorang jenderal besar, yang senang duduk santai sambil memandangi panorama Sentani yang cantik di sini. Mungkin, sambil duduk, sang jenderal memikirkan beragam strategi perang yang kemudian merubah nasib dunia.
Sumber : kompas Latief
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Aura Cerdas - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger